28 Nov 2025

IBF TVOne, Gubernur SDK Tegaskan Keadilan Pajak Harus Sejalan dengan Keadilan Pendapatan Pusat–Daerah

 

JAKARTA, - Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, menjadi salah satu narasumber dalam program Indonesia Business Forum (IBF) yang disiarkan libe TVOne melalui, Rabu malam, 26 November 2026.

 

Forum yang mengangkat tema “Stop Pajaki PBB Hunian dan Sembako” tersebut dipandu oleh presenter Celia Alexandra dan juga menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Muhammad Putra Hutama, Ketua Bidang Fatwa MUI, Prof. Asrorun Niam Sholeh, serta Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin.

 

Dalam diskusi itu, Gubernur Suhardi Duka menyatakan kesepahaman dengan Prof. Asrorun Niam Sholeh terkait pentingnya keadilan dalam sistem perpajakan. Namun, ia menegaskan bahwa konsep keadilan tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi daerah.

 

“Katakanlah daerah saya, ditarik tambangnya, dirusak lingkungannya, apa yang didapatkan daerah saya? Ini kan perlu juga hal-hal yang seperti itu dipikirkan oleh negara, dipikirkan oleh MUI,” ujarnya.

 

Ia juga mengingatkan bahwa terdapat berbagai jenis pajak lain selain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sehingga perhatian tidak seharusnya hanya terfokus pada PBB semata.

 

Di tengah kebijakan fiskal yang semakin ketat dari pemerintah pusat, kata Gubernur, pemerintah daerah saat ini sangat membutuhkan pendanaan. Namun, ruang untuk berinovasi dalam menggali sumber pendapatan sangat terbatas karena sudah diatur oleh regulasi pusat.

 

“Kalau PBB dihapus, harus ada kebijakan pengganti dari pemerintah pusat. Jika sekiranya masing-masing pemerintah daerah, gubernur disuruh inovasi, ada ruang yang diberikan oleh pemerintah, oleh regulasi, itu bisa saja, oke hapus aja ini. Nanti kita ambil dari sini," ungkapnya.

 

"Karena ini potensinya cukup besar, saya bisa melihat potensi yang lebih besar. Tapi kan tidak ada regulasi dan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat," tambahnya.

 

Menurut Gubernur Suhardi Duka, keadilan fiskal harus dilihat secara menyeluruh, baik antara orang kaya dan miskin, maupun antara pemerintah pusat dan daerah.

 

"Jadi, olehnya itu yang saya katakan tadi, kalau kita sepakat, mari kita sama-sama menciptakan keadilan antara keadilan pajak antara masyarakat miskin dan kaya serta keadilan pemdapatan antara pusat dan daerah," sebutnya.

 

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyoroti rendahnya kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang saat ini hanya sekitar 15 sampai 20 persen dari total pendapatan negara. Menurutnya, pemerintah pusat perlu lebih kreatif dalam meningkatkan PNBP agar tidak terlalu membebani pajak di daerah.

 

Wijayanto juga menyebut bahwa adanya pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) sudah sangat dirasakan dampaknya. Bahkan, beberapa pemerintah daerah terpaksa menaikkan PBB hingga 1.000 persen sebagai imbas dari keterbatasan fiskal.

 

“Tahun ini saja dipangkas 10 persen, daerah sudah kesulitan. Tahun depan akan dipangkas lagi 25 persen. Jadi kita bisa bayangkan, akan ada banyak Pemda yang membiayai kebutuhan rutin saja tidak mampu. Nanti akan banyak pemangkasan karyawan honorer di daerah-daerah,” ungkapnya.

 

Ia menegaskan mendukung pernyataan Gubernur Suhardi Duka soal keadilan pajak dan keadilan pendapatan antara pusat dan daerah, jadi tidak bisa dibebankan hanya kepada pemerintah daerah, melainkan harus menjadi agenda bersama antara pusat dan daerah. Dalam hal ini, menurutnya, peran MUI sangat positif karena mendorong kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

 

“Kalau ini bisa didorong betul, maka compliance pajak yang sangat rendah ini bisa diperbaiki. Artinya pemerintah tidak hanya dituntut, tapi juga dibantu oleh fatwa itu.,” pungkasnya. (Rls)

Read 22 times
(0 votes)
  1. Popular
  2. Recent
  3. Comments